Hukum Perikatan
A.
Pengeritan Hukum Perikatan
Perkataan
“perikatan” mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan “perjanjian”, sebab
dalam perikatan di atur juga perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak
bersumber pada suatu persetujuan atau perjanjian, yaitu perihal perkataan yang
timbul dari perbuatan yang melanggar hukum. Perikatan ialah suatu hubungan
hukum antar dua orang yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang
sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lain ini di wajibkan memenuhi
tuntuan itu.
Pengertian Hukum Perikatan menurut
Tokoh :
1.
Hukum perikatan menurut Pitlo:
Suatu
hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antra dua orang atau lebih atas
dasar mana pihak yang satu memiliki hak dan pihak yang lain memiliki kewajiban
atas suatu prestasi.
2.
Hukum
perikatan menurut subekti:
Suatu
hubungan hukum antara 2 pihak yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu
dari pihak yang lainny yang berkewajiban memenuhi tuntuan.
B.
Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum
perikatan yang ada diindonesi berdasarkan KUH perdata terdapat tiga sumber
sebagai berikut:
1.
Perikatan
yang timbul dari persetujuan
2.
Perikatan
terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum dan
perwakilan sukarela
3.
Perikatan
yang timbul dari undang-undang
Sumber
perikatan berdasarkan undang-undang:
1.
Perikatan
(pasal 1233 KUH Perdata)
Perikatan
lahir karena suatu persetujuan dan perikatan di tujukan untuk memberikan
sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu.
2.
Persetujuan
(pasal 1313 KUH perdata)
Suatu
persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan
diri terhadap satu orang lain.
3.
Undang
– undang (pasal 1352 KUH perdata)
Perikatan
yang lahir karaena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari
undang-undang sebagai akibat perbuatann orang.
C.
Azas-azas Dalam Hukum Perikatan
1.
Asas
kebebasan berkontrak : Ps.1338: 1 KUH
perdata
“ Segala sesuatu perjanjian yang
dibuat adalah Sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. “
2.
Asas
kkonsensualisme : 1320 KUH perdata
“ Perjanjian itu lahir pada saat
tercapai kata sepakat antara pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak
memerlukan sesuatu formalitas”
3.
Asas
kerpribadian :1315 dan 1340 KUH perdata.
D.
Wanprestasi
dan akibatnya
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak tidak melakukan apa yang
diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori:
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori:
1.
Tidak melakukan apa yang disanggupi akan
dilakukannya
2.
Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak
sebagaimana yang dijanjikan
3.
Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
4.
Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak
boleh dilakukannya.
Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori:
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori:
1.
Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur
(Ganti Rugi)
a.
Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan
yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak
b.
Rugi adalah kerugian karena kerusakan
barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor
c.
Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan
keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor
2.
Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti
rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata. Pembatalan
perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak
kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
3.
Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
E.
Hapusnya
Perikatan
Cara
menghapus suatu perikatan harus sesuai Kriteria – kriteria sesuai dengan pasal
1381 KUH. Jika sesuai keriteria yang berada di pasal tersebut baru perikatan
tersebut bisa di hapusakan.
Kriteria – keriteria cara
penghapusan suatu perikatan:
1.
Pembauran
utang (inovatle)
Novasi
adalah suau persetujuan yang menyebabkan suatu perikatan terhapus. Setelah terhapus
akan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti semula.
2.
Pembebasan
utang
Pembebasan
utang adalah perbuatan hukum dimana dengan kreditur melepaskan hak untuk
menagih piutangnya dari debitur. Menurut pasal 1439 KUH KUH perdata “ pembebasan utang itu tidak boleh
dipersangkakan tetapi harus di buktikan “
3.
Musnahnya
barang yang terutang
Apabila
benda dari suatu perikatan musnah tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang,
berarti terjadi “keadaan memaksa” sehingga undang – undang perlu mengadakan
peraturan tentang akibat – akibat dari perikatan tersebut. Menurut pasal 1444 KUH
perdata “ perikatan sepihak dalam keadaan
yang demikian itu hapuslah perikatannya asal barang itu musnah atau hilang
diluar salahnya debitur dan sebelum ia lalai menyerahkannya”
4.
Perjumpaan
utang (kompensasi)
Kompenasi
adalah salah satu cara penghapusan perikatan yang disebabkan keadaan dua orang
masing – masing merupakan debitur sau dengan. Kompensasi terjadi apabila dua orang
saling berhutang satu sama yang laiin dengan mana utang – utang antara kedua
oarang tersebut di hapuskan
5.
Kedaluwarsa
Menurut
ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata.Lampau waktu adalah suatu alat untuk
memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya
suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.
Dengan demikian menurut ketentuan ini, lampau waktu tertentu seperti yang
ditetapkan dalam undang-undang, maka perikatan hapus.